Bagian daging yang dia ambil ini kemudian diolah. Sumanto meracik masakan seperti orang membuat sop daging. Dia punya pengetahuan memasak dari tukang sayur di pasar. Dari keterangannya ke polisi, Sumanto mengaku memakan satu piring setengah daging mentah Mbah Rinah. Sisanya ada yang dia panggang di atas kayu bakar.
Profil Kehidupan Sumanto
Pada tanggal 3 Maret 1972, anak laki-laki pertama dari pasangan Nuryadikarta dan Samen lahir. Putra mereka yang diberi nama Sumanto lahir di Kabupaten Purbalingga. Sumanto memiliki empat saudara lain yang bernama Mulyati, Karyono, Maryati, dan Mulyanto. Sumanto dan keluarganya dulu hidup berkecukupan karena warisan peninggalan kakek dan neneknya.
Masa kecil Sumanto sama seperti anak laki-laki pada umumnya. Dia menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Pelumutan 1. Teman-teman sebayanya sering memanggil Sumanto dengan panggilan “Suman”. Nah, Sumanto terkenal mulai nakal di usia sekolah dasar ini. Di sisi lain, Sumanto juga punya ambisi kuat untuk mnegenyam pendidikan lebih lanjut. Dia bertekad untuk melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Kemangkon.
Saat itu, Sumanto mengikuti EBTANAS atau setara Ujian Nasional. Sayangnya, nilai NEM yang dia dapat itu belum cukup buat masuk ke SMP 1 Kemangkon. Sumanto kembali mengulang kelas 6, baru setelahnya dia lulus dan diterima di SMP tersebut. Letak SMP ini lumayan punya jarak yang agak jauh, sekitar 3 km dari rumah Sumanto. Sumanto mesti berjalan kaki untuk sampai ke sekolah. Sumanto gemar menggembala kambing dan mencari rumput ketika sepulang sekolah.
Sayangnya, selama masa-masa ini, keluarga Sumanto mengalami kesulitan perekonomian. Sampai-sampai, mereka harus menjual berbagai barang di rumah untuk kehidupan sehari-hari. Buat makan pun mereka agak kesusahan sehingga terkadang menahan lapar. Hal ini mengakibatkan Sumanto berhenti sekolah di kelas 3 SMP.
Setelahnya, Sumanto bertahan hidup sambil mencari pekerjaan. Pada tahun 1988, Sumanto merantau ke Sumatera dan bekerja serabutan. Dia bertemu dengan perempuan asal Lampung bernama Sutrimah. Keduanya kemudian menjalin hubungan hingga akhirnya menikah. Sayangnya, usia rumah tangga mereka gak begitu lama. Alasannya disinyalir Sumanto ini melakukan kekerasan rumah tangga. Mereka lalu sepakat untuk bercerai.
Setahun setelah perceraian itu, Sumanto bertemu dengan seorang janda bernama Tugiyem. Tugiyem ini sama-sama bekerja di perusahaan tebu seperti Sumanto. Sumanto bekerja sebagai tukang tebas pohon tebu sejak tahun 1988 hingga 1993. Keduanya menikah dan dikaruniai satu anak. Sumanto diketahui jarang pulang ke rumah dan juga kerap kali melakukan kekerasan. Pernikahannya yang kedua ini pun kandas dan diakhiri dengan perceraian.
Sumanto sempat tiga kali bulak-balik Purbalingga dan Sumatera antara tahun 1993-1997. Sampai akhirnya kembali lagi tinggal desa Majatengah, Kabupaten Purbalingga.
Keluarga melihat pribadi Sumanto sangat berbeda sepulang dari perantauan di Lampung. Dia sangat temperamen dan selalu mengancam akan membunuh dan memakan tubuh anggota keluarganya. Karena tidak betah, anggota keluarga yang lain memilih tinggal terpisah. Sumanto pun tinggal di sebuah gubuk dari anyaman bambu dan beralaskan tanah. Ayah Sumanto juga tinggal di belakang gubuknnya. Beliau tinggal di gubuk berukuran 1 x 1 x 1 meter. Kalau hujan, dia mau gak mau mesti ngungsi ke pos ronda.
Sumanto dan ayahnya ini hidup terasing. Tetangga gak begitu akrab dengan Sumanto. Dia juga melarang siapapun untuk bertamu ke gubuknya. Bahkan, dia melarang siapa pun untuk melintas di halaman rumahnya. Kalau ada anak kecil yang bermain di sekitar sana, Sumanto akan langsung mengusir paksa. Dia sering mengalami kelaparan karena sulit mencari makan. Hidupnya pada masa itu bergantung dari makanan yang seadanya. Terkadang ada beberapa tetangga yang membantu membagikan makanan kepada Sumanto. Dalam posisi ini, Sumanto selalu berangan-angan makan makanan lezat. Makanan lezat yang ada di pikirannya dia adalah daging.
Kasus Kanibalisme Sumanto
Pada 11 Januari 2003, Sumanto membuat geger warga Purbalingga. Dia diketahui mencuri mayat yang baru 16 jam dibukur dari makamnya. Tanah makamnya pun masih baru, ikatan kain kafannya masih rapi. Sumanto menggali makam Mbah Rinah yang meninggal di usia 80 tahun an. Mbah Rinah ini berasal dari Desa Srengseng, Kecamatan Kemangkon.
Saat itu, Sumanto mendengar suara toa masjid yang mengumumkan ada warga meninggal dunia. Dia lantas mencari tau letak di mana warga itu akan dimakamkan. Berbekal nekat, Sumanto mendatangi makam Mbah Rinah setelahnya. Dia menggali tanah makam dengan kedua tangannya pada Sabtu Malam. Jasad itu dikeluarkan dari liang kuburnya.
Lalu kain kafan jasad Mbah Rinah dilucuti dan ditinggalkan begitu saja. Disebutkan Sumanto sempat melahap bulat-bulat dua jari kaki jasad Mbah Rinah. Jasad Mbah Rinah kemudian dimasukkan ke karung plastik. Karung ini dia ikat kuat dengan sebuah kawat. Sumanto memanggul karung berisi jasad ini ke gubuknya dengan sepeda ontel.
Sesampainya di gubuk, Sumanto mulai beraksi. Mula-mula Sumanto duduk tenang di pekarangan rumahnya, lalu ia mengambil sebilah pisau tajam. Dia kemudian mulai mengiris bagian kemaluan jasad Mbah Rinah. Bagian ini pada akhirnya Sumanto pisahkan dan dia simpan. Kemudian Sumanto memotong bagian tulang kering kaki dan mengulitinya. Dia juga mengambil bagian daging paha utuh dari jasad Mbah Rinah. Bagian daging yang dia ambil ini kemudian diolah. Sumanto meracik masakan seperti orang membuat sop daging. Dia punya pengetahuan memasak dari tukang sayur di pasar. Dari keterangannya ke polisi, Sumanto mengaku memakan satu piring setengah daging mentah Mbah Rinah. Sisanya ada yang dia panggang di atas kayu bakar. Sumanto kemudian memasak bagian paha dengan cara digoreng dan dibuat sate.
Ia lalu bertanya kepada ayahnya, “Pak, mau makan daging kambing?”. Ayahnya yang tidak tau menau lalu mengiyakan. Gak butuh waktu lama, ayah Sumanto makan dengan lahapnya. Mungkin karena lezat, ayahnya sempat meminta porsi tambahan. Tapi Sumanto berkata kalau ‘daging kambing’ sudah habis.
Sumanto mengaku ingin melahap habis jasad Mbah Rinah malam itu. Tapi karena sudah keburu azan Subuh, dia takut ketahuan warga. Sisa bagian jasad Mbah Rinah kemudian dimasukkan lagi ke dalam karung. Sumanto mengubur karung berisi sisaan jasad ini lima meter dari gubuknya.
Keesokan harinya, ada warga yang melihat keadaan makam Mbah Rinah berantakan. Jasadnya Mbah Rinah pun hilang entah kemana. Dari sini ada warga yang melapor ke pihak berwajib. Investigasi pun dilakukan. Pihak berwajib dan beberapa warga mencurigai Sumanto karena Sumanto sering terlihat memakai kalung yang berbentuk bagian kemaluan laki-laki. Pada akhirnya, Sumanto yang berusia 31 tahun ditangkap.
Sumanto Ketika Ditangkap Polisi
Dia mengakui perbuatannya di hadapan polisi. Sehari setelah ditahan polisi, bau busuk tercium dari gubuknya. Polisi menemukan sisa tulang belulang manusia juga sarung dan celana panjang. Sarung dan celana ini, menurut Tumirah adalah milik suaminya yang bernama Mistam. Mistam dikabarkan menghilang sejak Desember 2001. Terakhir kali dia terlihat saat pergi dari rumahnya untuk memijat Sumanto. Ini masih dugaan, tapi orang-orang yakin Mistam juga telah dimakan Sumanto.
Sumanto mengaku, Mbah Rinah bukan korban kanibal pertama. Dia mengaku pernah membunuh dan menyantap dua orang sebelumnya, saat tinggal di Lampung. Korban pertamanya adalah teman merantaunya, sedangkan korban kedua adalah begal yang mau merampoknya. Sumanto melahap habis daging korbannya itu. Sumanto mengaku menyimpan potongan bagian kemaluan korbannya itu sebagai jimat agar kebal. Jimatnya ini yang terkadang dia pakai sebagai kalung. Tetapi sampai sekarang tidak ada bukti pasti terkait kanibalisme Sumanto di Lampung.
Sumanto Ketika Di Lampung
Saat di Lampung dulu, Sumanto berkenalan dengan sesama buruh pabrik bernama Taslim. Taslim kemudian diangkat menjadi guru spiritualnya Sumanto. Karena hal ini, Sumanto menaati semua perkataan Taslim. Taslim menawarkan ajaran ilmu magis untuk merasakan damai yang abadi dan menghidupkan orang mati. Syaratnya adalah dengan memakan 7 orang, kalau mau lebih sakti harus memakan 21 orang. Kalau ingin lebih sakti lagi, Sumanto harus memakan 41 orang. Sumanto hanya menyanggupi memakan 7 orang saja. Dari sini lah awal mula kenapa Sumanto bisa senekat itu memakan daging manusia. Sumanto bahkan mengklaim kalau arwah Mbah Rinah dan dua korbannya telah hidup kembali. Mereka telah kembali hidup di dalam diri Sumanto.
Kepolisian Purbalingga kemudian menyelidiki diri Sumanto lebih jauh. Tim psikolog Polda Jawa Tengah melakukan pemeriksaan dan wawancara mendalam. Diketahui kalau Sumanto ini adalah psikopat, tetapi tidak mengalami gangguan jiwa. Sumanto diketahui masih waras. Alasan dia menjadi psikopat adalah tekanan ekonomi, gagal sekolah, dan gagal berumah tangga.
Sumanto pada akhirnya dijatuhi hukuman pidana selama 5 tahun. Tapi ia dibebaskan pada 24 Oktober 2006 karena mendapatkan beberapa remisi. Sumanto dinilai berperilaku baik selama di sel tahanan. Walaupun dia punya tubuh kecil, tapi narapidana kelas kakap pun gak mau disimpan satu sel dengan Sumanto. Para napi merasa ngeri dengan tatapan tajam dan senyum lebar khas Sumanto. Mereka takut dilahap habis laki-laki asal Purbalingga ini.
Sumanto Saat Ini
Selepas bebas dari sel tahanan, Sumanto dimasukkan ke satu panti rehabilitasi. Tepatnya adalah Panti Rehabilitasi Mental dan Narkoba di Purbalingga. Sumanto pun mengalami perubahan kondisi kepribadian yang drastis. Pemilik panti yang juga seorang Kyai Haji menyebutkan kalau mental Sumanto semakin membaik.
Sumanto beberapa kali akan dikembalikan ke pihak keluarga. Tapi, pihak keluarga sudah membuat pernyataan persetujuan di atas materai. Pernyataan ini berisi agar Sumanto berada di panti atau rumah sakit mental hingga meninggal. Warga desa tempat dulu Sumanto tinggal juga menolak tegas keberadaan Sumanto. Mereka mengeluarkan surat resmi bertanda tangan dari Kepala Desa. Surat ini berisi pengusiran Sumanto dari desa Majatengah.
Kabarnya kini, Sumanto sudah mendalami ajaran agama dengan baik. Dia sanggup melantunkan ayat suci dan ikut dalam kegiatan keagamaan lainnya. Bahkan Sumanto kerap diminta untuk mengumandangkan azan solat. Sumanto gemar memberi makan hewan dan belajar mengelas listrik. Dia menjadi pribadi yang ramah, walau masih sering bicara ngelantur.
Dia tidak lagi mendalami ilmu magis dengan syarat memakan daging manusia. Sumanto tidak lagi tersiksa kelaparan hebat dan terasing dari warga sekitar. Dia hidup dengan layak sekarang di panti rehabilitasi. Sumanto terus dibimbing untuk menjadi pribadi yang lebih baik.